Latar Belakang
Covid-19 telah mewabah di Indonesia selama berbulan-bulan. Banyak perubahan yang dilakukan setelah pemerintah memberlakukan aturan social distancing atas nama menjaga protokol kesehatan. Pandemi ini membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat, termasuk keluarga dari para mahasiswa UGM. Menghadapi hal tersebut, LPPM Sintesa ingin mengetahui perihal kondisi pekerja yang berada di lingkungan Fisipol UGM selama pandemi ini berlangsung. Kami ingin mengulik lebih lanjut tentang kebijakan yang diambil Fisipol dalam menghadapi situasi krisis masa kini, yaitu dengan memfasilitasi mahasiswa yang ingin mengajukan keringanan UKT. Selain itu, kami juga turut menyoroti tentang upaya Fisipol dalam menghadapi kebijakan penyesuaian UKT kepada mahasiswanya yang secara tidak langsung dapat berpengaruh kepada tenaga kerja kampus. Tenaga kerja kampus tentu menjadi pihak langsung yang terkena imbas dari berbagai penyesuaian aktivitas keuangan kampus selama pandemi ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami akan menelaah kebijakan di salah satu fakultas di UGM yaitu Fisipol dalam menghadapi situasi pandemi ini dari sisi finansial dan ketenagakerjaan. Tidak hanya berfokus terhadap kebijakan yang diambil pihak Fisipol, artikel ini akan berfokus tentang kondisi para pekerja yang ada di Fisipol guna melihat seberapa tepat kebijakan yang diambil pihak Fisipol.
Cleaning Service
Bapak C, seorang cleaning service di Fisipol, berbagi cerita mengenai pekerjaannya selama pandemi Covid-19. Bapak C tidak dapat bekerja dari rumah sehingga beliau harus tetap masuk untuk membersihkan kawasan Fisipol. Pada masa awal pandemi, Bapak C sempat hanya masuk seminggu tiga kali saja. Akan tetapi, setelah itu Bapak C kembali bekerja setiap hari. Meskipun begitu, terdapat perubahan sistem kerja berupa pengurangan jam kerja, dari yang biasanya 8 jam menjadi hanya 6 jam per hari.
Bapak C beserta cleaning service lain–yang dipekerjakan langsung di bawah Fisipol–kabar baiknya tidak mengalami pemotongan gaji selama pandemi ini. Tidak ada pula pekerja yang dirumahkan. Fisipol juga menyediakan fasilitas kesehatan berupa masker dan hand sanitizer, tetapi belum ada tes bagi pekerja. Menurut Bapak C, kebijakan Fisipol sudah baik dalam merespon pandemi ini karena tidak ada dampak signifikan bagi pekerja. Bapak C juga tidak mempermasalahkan tuntutan penurunan UKT yang digaungkan oleh mahasiswa karena tidak berdampak bagi penghasilan mereka.
Barista Digilib Cafe
Mas B, barista di Digilib Cafe, berkisah mengenai kondisi Digilib Cafe selama pandemi. Karyawan Digilib Cafe diliburkan dari Maret hingga sekitar bulan Juni-Juli saat kebijakan new normal mulai dijalankan pemerintah. Setelah dibuka kembali, jam kerja dipotong dari yang biasanya pukul 8.00 hingga 20.00 (dua shift) menjadi pukul 9.00 hingga 16.00 (satu shift). Selain diliburkan, pekerja part-time yang kontraknya sudah habis terpaksa diberhentikan. Sementara itu, pekerja full-time pula semuanya tetap masuk, tetapi terkena potongan gaji. Hal ini disebabkan penurunan omzet Digilib Cafe hingga 80-90%. Penurunan omzet ini diperparah oleh lokasi Digilib Cafe yang berpindah mendadak dari atas ke bawah karena sedang ada renovasi gedung.
Digilib Cafe–yang merupakan kerja sama antara perusahaan milik alumni yang mengurus persoalan SDM dan Fisipol–sudah memberikan fasilitas berupa rapid test, masker, hand sanitizer, dan pembatas mika untuk makan. Akan tetapi, terdapat hal yang dikritisi oleh Mas B, yaitu terkait jam kerja. Ia berpandangan bahwa akan lebih efektif bila tetap menerapkan sistem shift supaya lebih efisien dan pembagian kerja lebih merata. Terkait dengan kebijakan Fisipol sendiri, Mas B tidak merasa ada kebijakan Fisipol yang ditujukan bagi pekerja sepertinya. Kebijakan yang dirasa berdampak bagi Digilib Cafe tentunya adalah kebijakan terkait kuliah daring, tetapi Mas B memaklumi bahwa kebijakan itu memang tidak terhindarkan.
Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus (SKKK) Fisipol
Selanjutnya kami berkesempatan mewawancarai Bapak S dari Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus (SKKK). Menurut pendapat pak S, semenjak pandemi ini mewabah, sedikit sekali orang yang mengunjungi kampus Fisipol. Hal ini dilakukan karena metode perkuliahan yang berubah menjadi daring. Selama masa social distancing, dekanat rutin memberikan SKKK suplemen vitamin untuk menunjang kesehatan, walau setelah era new normal hal tersebut dihentikan.
Dampak yang dirasakan pihak SKKK secara finansial bisa dibilang tidak ada, karena tidak terjadi PHK maupun pengurangan gaji, bahkan gaji yang diberikan bertambah karena mendapatkan insentif. Sistem kerja yang diterapkan di SKKK juga sama karena SKKK sejatinya adalah garda depan dalam menjaga Fisipol sehingga sama-sama bertugas menjaga keamanan Fisipol ada atau tanpa aktivitas di kampus. Situasi Covid-19 ini tidak menghalangi kerja SKKK karena mereka tetap menjaga kampus ini dengan personel lengkap sejak awal lockdown diterapkan.
Adapun tanggapan Pak S terkait mahasiswa yang mengajukan penurunan UKT, beliau mengatakan pengajuan UKT sah-sah saja dilakukan karena setiap latar belakang yang berbeda, tentunya ada mahasiswa yang terdampak sehingga asas pemerataan wajib dilakukan. Pengajuan keringanan UKT harus menerapkan keadilan agar mahasiswa yang terdampak benar-benar merasakan bantuannya, anggap saja seperti subsidi silang.
Fisipmart
Selanjutnya kami mewawancarai Bu J selaku pihak dari Fisipmart. Sejak awal pembicaraan, Bu J mengatakan bahwa Fisipmart merupakan kerja sama antara Fakultas Fisipol dengan Kosudgama atau koperasi dosen UGM. Sistem kerja sama yang dilakukan yaitu Fisipol menyediakan ruangan dan aset sebagai tempat penjualan dan Kosudgama mendatangkan produk dan proses penjualan, administrasi, serta karyawan. Jadi bisa dikatakan bahwa karyawan yang sehari-hari kita lihat di Fisipmart adalah karyawan Kosudgama, bukan karyawan Fisipol.
Selama pandemi ini berlangsung, karyawan Fisipmart selalu berusaha mengikuti protokol kesehatan, mulai dari cuci tangan, jaga jarak hingga menggunakan masker dalam kehidupan sehari-hari. Selain Fisipmart, Kosudgama yang merupakan pelayanan jasa juga membangun unit kerja sama lain seperti apotek. Apotek yang dinaungi Kosudgama menghasilkan permintaan tinggi atas obat-obatan yang menyebabkan seluruh karyawan harus tetap masuk saat pandemi, meski diiringi dengan protokol kesehatan.
Untuk Fisipmart sendiri, sejak awal pandemi tetap masuk seperti biasanya, hanya jamnya dikurangi menjadi setengah hari. Jam delapan pagi masuk, dan jam satu atau dua siang hari sudah pulang. Terkait dengan penghasilan, biasanya pandemi Covid-19 mengakibatkan pengurangan gaji maupun karyawan, tetapi beruntung hal tersebut tidak dialami oleh pegawai Fisipmart. Tidak ada pemotongan gaji yang dilakukan oleh pihak manajemen, tetapi karyawan harus tetap masuk dan tidak berlaku sistem work from home. Alasan mengapa karyawan harus tetap masuk adalah untuk menjaga kualitas berbagai produk yang dijual, seperti mengontrol expired date agar bisa ditukar ke supplier distributor jika sudah kadaluarsa. Untuk penjualan Fisipmart memang turun drastis sehingga karyawan masuk ke outlet untuk mengontrol produk ketimbang melakukan penjualan. Meskipun demikian, hingga kini tidak ada satupun karyawan tetap Fisipmart yang di-PHK. Adapun beberapa karyawan kontrak yang masa kerjanya sudah habis diberhentikan atau tidak diperpanjang, tetapi untuk karyawan tetap tidak ada yang diberhentikan.
Sebagai seseorang yang tetap masuk kerja di kala semua orang melaksanakan WFH, tentunya terdapat ketakutan di dalam benak bu J. Apalagi, kampus sepi, jalanan sepi, dan beliau harus tetap datang untuk bekerja. Beruntung, pihak manajemen membolehkan cuti bagi karyawan yang misalnya menerima tamu dari luar Jogja sehingga membutuhkan isolasi mandiri. Kini, para karyawan sudah mulai terbiasa dengan aktivitas new normal, terlebih protokol keamanan sekarang lebih diperketat. Mereka juga saling menjaga karyawan satu sama lain juga rajin membawa minuman herbal untuk menunjang vitalitas tubuh.
Untuk tanggapan atas mahasiswa yang mengajukan keringanan UKT, beliau menanggapinya dengan positif. Pandemi seperti ini turut dirasakan oleh teman-temannya yang anaknya berkuliah di UGM sehingga fasilitas pengajuan seperti ini dapat membantu orang-orang yang terdampak.
Pihak Fisipol
Ibu K, staf Bagian Keuangan, Umum, dan SDM Fisipol, menceritakan bagaimana kebijakan Fisipol selama pandemi. Di awal pandemi, staf akademik yang masuk hanya boleh sebanyak 25% dan digilir setiap minggunya. Kebijakan ini berlangsung hingga bulan Juni. Baru kemudian jumlah staf yang masuk kerja dinaikkan menjadi 50%. Akan tetapi, Ibu K sendiri tetap masuk setiap hari karena beliau memiliki tanggung jawab yang cukup besar.
Ibu K juga menegaskan bahwa tidak ada penurunan pendapatan karyawan selama pandemi. Hal ini mengingat bahwa WFH bukan berarti libur. Baik skema WFH maupun WFO masing-masing tetap memiliki tanggungan pekerjaan yang wajib diselesaikan. Kemudian, terkait dengan fasilitas kesehatan, Ibu K mengakui bahwa Fisipol belum memfasilitasi rapid test karena pertimbangan bahwa rapid test hasilnya kurang terjamin. Namun, bagi karyawan yang datang dari luar kota dibiayai oleh fakultas untuk tetap melakukan rapid test.
Pengelolaan belanja fakultas selama pandemi tidak bertambah karena banyak anggaran yang dialihkan. Hal-hal yang bisa ditunda dananya kemudian digunakan untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti pembelian fasilitas kesehatan, serta bantuan sembako dan pulsa bagi mahasiswa. Pemberian bantuan ini diprioritaskan karena Fakultas memahami kesulitan anak-anak kos yang tidak dapat keluar. Pemberian bantuan tersebut merupakan bagian dari kebijakan Fisipol. Setiap fakultas memiliki kebijakan masing-masing karena pihak universitas hanya memberikan imbauan. Sementara itu, fakultas memiliki keleluasan untuk mengambil keputusan sesuai kebutuhannya.
Terkait dengan tuntutan penurunan UKT yang disuarakan mahasiswa, Ibu K setuju bahwa hal tersebut wajar mengingat situasi saat ini penghasilan orang tua dapat berkurang drastis. Namun, Ibu K menekankan bahwa hal tersebut harus dapat dibuktikan untuk mencegah orang yang ingin memanfaatkan situasi pandemi demi keuntungan pribadi. Ibu K juga menjelaskan bahwa mekanisme penurunan UKT di Fisipol sudah cukup baik karena ditentukan oleh kepala departemen masing-masing dan juga telah melibatkan DEMA Fisipol.
Kesimpulan
Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak ditemukan beberapa fakta menarik dalam rangka menganalisis kebijakan Fisipol dan bagaimana kondisi pekerja di Fisipol di masa pandemi. Pihak Fisipol sudah menyediakan fasilitas kesehatan berupa masker dan hand sanitizer, hal tersebut dirasakan mulai dari cleaning service hingga barista digilib. Pihak Fisipol juga memerhatikan kesejahteraan karyawannya yang dibuktikan dari tidak dilakukan pemotongan gaji maupun PHK pada sebagian besar karyawan Fisipol, hanya pekerja di Digilib yang merasakan penurunan pendapatan karena turunnya omzet sebesar 80-90% imbas kuliah daring. Pemotongan waktu kerja serta pembatasan jumlah karyawan yang masuk pada suatu waktu merupakan sebuah keseriusan pihak Fisipol dalam mematuhi protokol kesehatan sehingga perlu diberikan apresiasi. Pemberian keringanan UKT kepada mahasiswa ternyata tidak berdampak kepada para karyawan di Fisipol sehingga mereka menyetujui pihak mahasiswa yang mengajukan karena tidak dapat dipungkiri pandemi Covid-19 ini memberikan dampak pada banyak orang. Jika bantuan yang diberikan tepat sasaran, tentunya hal tersebut dapat meringankan beban finansial mahasiswa yang terdampak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil Fisipol cukup berhasil dalam menjaga kondisi finansial mayoritas pekerja dan keamanan kesehatan pekerja selama bekerja di situasi pandemi. Meskipun demikian, pihak Fisipol perlu untuk menjaga konsistensinya dalam memerhatikan hak-hak pekerjanya karena situasi pandemi kemungkinan masih bertahan cukup lama. Mereka harus tetap memerhatikan karyawan-karyawan yang saat ini senantiasa bekerja di dalam lingkungan kampus. Pemberian protokol kesehatan harus diperketat dan mereka harus mengecek kesehatan masing-masing karyawan secara berkala.
Reporter: Maulana Aji Negara, Salsabilla Erisa Arif, Tara Reysa Ayu Pasya, Langit Gemintang M. H., Eksanti Amalia
Penulis: Cheryl Kanza Athallia Wibowo dan Sayyid Al Murtadho
Penyunting: Refina Anjani Puspita, Ni Made Diah Apsari Dewi