Aspirasi Mahasiswa Gak Diurus, Pembangunan Sekber Jalan Terus

Penulis dan Editor: Tim LPPM Sintesa

Sekretariat Bersama (Sekber) Fisipol UGM selama ini menjadi ruangan yang mewadahi berbagai aktivitas dan sekretariat organisasi di tingkat fakultas. Dalam penggunaannya, ruangan ini sangat akrab dengan kegiatan mahasiswa, bahkan tak jarang mereka menganggap Sekber sebagai “rumah keduanya.” Namun kemudian, setelah mencuatnya isu renovasi Sekber oleh pihak Dekanat, banyak terjadi ketidaksesuaian antara kehendak Dekanat dengan harapan Keluarga Mahasiswa (KM) Fisipol. Dari situlah kemudian tercipta liku panjang pembangunan Sekber yang tak pernah luput dari sorotan KM Fisipol, agar Sekber baru dapat menjadi “rumah” yang nyaman bagi seluruh KM Fisipol.

Isu renovasi Sekber Fisipol dapat ditelusuri sejak tahun 2019. Berdasarkan penuturan Mukti Tama Pridiantara, Kepala Divisi Advokasi Dewan Mahasiswa Fisipol 2019/2020, munculnya isu Sekber bergulir sejak Februari 2019. Isu ini muncul ke permukaan sejak Dekanat Fisipol secara resmi mengumumkan wacana renovasi Sekber dengan merilis grand design dan blueprint yang selanjutnya disebarluaskan kepada mahasiswa Fisipol. Pada awalnya, wacana renovasi Sekber ini diawali dari keresahan fakultas atas kebersihan dan kerapian Sekber yang dikelola oleh mahasiswa. Namun, dalam perkembangannya wacana ini menimbulkan kontroversi di kalangan mahasiswa, khususnya terkait grand design usulan Dekanat Fisipol yang justru mengubah bentuk Sekber menjadi co-working space. Di kalangan mahasiswa, perubahan bentuk ini dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah yang bisa mengganggu aktivitas mahasiswa yang melakukan kegiatan di Sekber.

Ketika wacana renovasi mulai berjalan, beberapa permasalahan kembali mencuat, utamanya ketika Fisipol tidak responsif dalam menanggapi aspirasi mahasiswa KM Fisipol. Aspirasi yang coba disuarakan oleh mahasiswa ini terkait dengan permasalahan desain renovasi yang tidak sesuai keinginan mayoritas mahasiswa dan permasalahan penundaan realisasi pembangunan Sekber yang dilakukan oleh Fisipol. Pengurus KM Fisipol juga mempertanyakan beberapa hal terkait bagaimana Sekber kembali menjadi tempat yang inklusif setelah direnovasi, bagaimana Sekber dapat menyediakan ruang-ruang privat bagi setiap organisasi seperti yang dimiliki Sekber sebelumnya serta fasilitas apa saja yang akan didapatkan ketika Sekber selesai direnovasi, serta apakah fasilitas tersebut dapat memberikan jawaban terkait masalah pengadaan barang dan manajemen ruangan yang menjadi hak-hak yang sudah seharusnya didapatkan oleh mahasiswa setelah direnovasi kelak.

Format Bangunan Sekber Baru yang Memicu Kontroversi

Isu pertama terkait pembangunan renovasi sekber ini adalah perubahan bentuk Sekber menjadi co-working space. Dengan format co-working ini akan menyebabkan adanya kemungkinan yang terjadi pada sekber mahasiswa, seperti tidak adanya sekat-sekat untuk masing-masing organisasi yang dikhawatirkan dapat mengurangi fungsi dari Sekber itu sendiri. Misalnya saja, inklusivitas yang menjadi poin penting dari keberadaan Sekber ditakutkan menjadi hilang dengan bentuk Sekber yang sekarang. Sebagai tempat para mahasiswa berdinamika, Sekber tentu harus menjadi tempat yang bisa diakses secara adil dan setara oleh mahasiswa Fisipol manapun. Perubahan bentuk Sekber menjadi co-working space memungkinkan terjadinya “gesekan” di antara mahasiswa Fisipol itu sendiri. Hal ini tak lepas dari dua ruang rapat yang disediakan Fisipol hanya berukuran total 3,85 m x 9,65m tidak akan memungkinkan untuk digunakan secara merata dan bersamaan oleh seluruh organisasi, mengingat di Fisipol sendiri terdapat 21 organisasi mahasiswa yang terdiri dari 6 HMD, 13 UKMF, Dema, dan Majelis Mahasiswa (MM).

“Untuk renovasinya aku oke-oke aja, tapi kalo grand design (format co-working space pada sekber baru) jujur aku menolak, karena kita sebagai organisasi mahasiswa departemen di Fisipol, kita masih butuh ruang privat, karena yang tadinya Sekber bisa dipake rapat tiap HMD dijadiin satu, jadi kalo mau rapat harus rebutan, antre, padahal dulunya bisa rapat barengan di Sekre masing-masing,” tutur Haqi, ketua Keluarga Mahasiswa Sosiologi tahun kepengurusan 2019/2020.

Aspirasi ini sempat ditampung oleh pihak Fisipol dengan cara meminta mahasiswa untuk mengajukan grand design-nya kepada pihak fakultas. Metode tersebut dilakukan, karena menurut fakultas lebih dapat menggambarkan keinginan dan acuan rancangan Sekber yang dikehendaki oleh mahasiswa. Opsi meminta mahasiswa untuk mengajukan desainnya sendiri ini tentu tidak pada tempatnya. Sebab, sebagai mahasiswa yang belajar ilmu sosial dan politik dan bukannya teknik arsitektur, mahasiswa Fisipol tentu memiliki keterbatasan dalam membuat desain ruangan. “Mahasiswa Fisipol kurang mengerti tentang pengetahuan arsitektur. Jadi untuk memberi saran terkait desain agak sulit.” ucap Alfredo, Koordinator Majelis Mahasiswa tahun kepengurusan 2019/2020. Sayangnya, Fisipol tidak memberikan alternatif lain dalam menawarkan grand design-nya. Pada akhirnya, Fisipol bersikeras untuk tetap menggunakan grand design dari pihak fakultas yang berbentuk co-working space alih-alih menggunakan konsep Sekber yang diinginkan oleh mahasiswa.

Ketimpangan Informasi dan Problematika Inventarisasi dalam KM Fisipol

Permasalahan lain yang muncul selama proses renovasi berlangsung adalah terdapat beberapa informasi yang kurang tersampaikan dengan jelas dari pihak fakultas kepada mahasiswa, di antaranya format Sekber yang mengambil bentuk co-working space, hingga penyampaian grand design atau blueprint dari format co-working space untuk Sekber baru tersebut. Di awal perencanaan renovasi yang berlangsung pada tahun 2019, Fisipol cukup terbuka dalam memberikan informasi kepada mahasiswa. Namun, sejak memasuki era pandemi, Fisipol jarang memberi informasi tentang kelanjutan renovasi dan minim upaya penjaringan aspirasi mahasiswa mengenai renovasi Sekber hingga pada akhirnya memasuki tahap pembangunan. “Dari 2019 udah dikawal sama Dema. UKMF sama HMD juga sering monitoring Dema untuk terus mengawal kasusnya. Selain itu (kami) juga melakukan audiensi. Awalnya fakultas udah terbuka sama pembangunan mulai dari rencana pembangunan, blueprint, dan lainnya. Tapi sejak pandemi, Fisipol udah gak seinteraktif itu,” ucap Reno, Pimpinan Dema Fisipol Bidang Advokasi Manajemen Opini Publik.

Tidak sampai di situ, masalah juga muncul ketika pihak Dekanat Fisipol meminta mahasiswa untuk mengosongkan Sekber yang dikatakan akan segera direnovasi. Seperti yang diketahui, Sekber tidak hanya menjadi ruang bagi anggota organisasi untuk berdiskusi, tetapi juga menjadi tempat inventarisasi barang-barang organisasi yang ada di dalamnya. Beberapa organisasi yang menjadikan Sekber sebagai tempat penyimpanan barang-barang organisasi mengalami kesulitan dalam mengelola inventaris yang biasanya disimpan di sekretariat masing-masing. Dalam beberapa kasus, barang-barang tersebut bahkan sampai ditempatkan di tempat tinggal salah satu anggota organisasi. Situasi tersebut tidak hanya merepotkan anggota yang tempat tinggalnya dititipkan barang, tetapi juga mengganggu aktivitas mahasiswa dalam menggunakan dan mencari barang-barang keperluan organisasi yang biasanya tersedia di Sekber. Bahkan hingga saat ini, masih banyak barang milik beberapa organisasi berada di pojok tempat parkir Fisipol.

Terkait dengan fungsi sebagai tempat inventaris tersebut, para pengurus KM Fisipol berharap agar pembangunan renovasi Sekber ini tidak melupakan aspek fungsi inventarisasi barang. “Fungsi Sekber itu selain untuk ngumpul, juga untuk naroh barang-barang keperluan organisasi. Misalnya, untuk penyimpanan arsip-arsip organisasi. Nah, fungsi untuk menyimpan dan mengarsipkan itu penting banget,” ujar Kevin, Pimpinan Dema Fisipol Bidang Keilmuan tahun 2021/2022, membagikan pengalamannya ketika menggunakan Sekber.

Tidak hanya mengenai penyimpanan barang-barang organisasi yang bersifat teknis seperti printer dan pengeras suara megafon, berbagai arsip seperti surat peresmian organisasi yang dikemas dalam format piagam dan dilapisi kaca juga menjadi perhatian organisasi. Terkait hal ini, pihak Dekanat Fisipol berjanji akan menindaklanjuti keresahan tersebut dengan menyediakan tempat khusus. Nurhadi mengatakan pihak Dekanat akan memberikan dinding atau ruang bersama sebagai tempat untuk memajang surat peresmian organisasi maupun piagam penghargaan. Ia mengatakan akan mengadakan rapat khusus setelah renovasi benar-benar selesai. “Nanti akan ada dinding bersama. Ya, kalau memang ada yang ingin dipasangkan mungkin bisa ditata sekalian kalau ada piagam penghargaan jadi ruang bersama. Nanti dirapatkan khusus setelah ini selesai, ” ucap Nurhadi.

Jika mengacu pada bentuk Sekber lama di mana setiap organisasi di Fisipol memiliki ruangan tersendiri untuk menyimpan barang-barang organisasi, maka tentu saja setiap organisasi menginginkan hal yang sama pada renovasi Sekber saat ini. Sayangnya urgensi ini tidak terlihat sepenuhnya diperhatikan pada renovasi yang dilakukan. Meskipun dalam renovasi ini Fisipol menyediakan sebuah gudang yang disiapkan untuk menyimpan barang-barang organisasi, tetapi status gudang penyimpanan yang dijanjikan pihak fakultas masih abu-abu karena belum ada kejelasan seperti apa bentuk yang akan digunakan nanti. Ketidakjelasan ini juga terkait apakah seluruh barang organisasi dari berbagai organisasi akan dijadikan satu dalam gudang penyimpanan atau setiap organisasi memiliki tempat penyimpanannya masing-masing. Pihak Dekanat Fisipol sendiri mengakui bahwa pada renovasi Sekber yang telah berjalan, memang belum ada perencanaan bagaimana sarana prasarana yang disiapkan dalam gudang penyimpanan untuk memfasilitasi inventarisasi barang-barang organisasi. “Untuk penyimpanan nanti kami pikirkan, jadi nanti ada semacam loker besar untuk menyimpan barang-barang penting,” jelas Nurhadi.

Uling Sumbogo selaku Kepala Seksi Umum dan Keuangan Dekanat Fisipol juga mengatakan hal serupa terkait inventarisasi barang pada Sekber. Ia menyatakan bahwa pihak Dekanat Fisipol akan melengkapi fasilitas yang dibutuhkan. Kemudian, pada kesempatan lain, Uling menuturkan bahwa desain terkait penyimpanan barang sudah ada sedari awal. Namun selanjutnya, ia justru berdalih akan mendengarkan aspirasi mahasiswa dalam pengadaan penyimpanan barang organisasi, di mana hal tersebut menjadi alasan belum direalisasikannya desain penyimpanan barang organisasi yang telah direncanakan. “Sebenarnya loker ini sudah ada di desain awal. Jadi, di gambar desain sebenarnya sudah ada, tapi karena kemarin sempat ada proses beberapa kali diskusi, kemudian juga pengalaman kemarin pembangunan yang berjalan ini kemudian ada koreksi, harapan kita ingin meminimalisir ketidaksesuaian maka kita membuka peluang untuk masukan dari temen-temen agar loker ini bisa benar-benar dimanfaatkan,” jelas Uling.

Tenggat Janji Pembangunan yang Tak Ditepati

Masalah terakhir yang muncul setelah kontroversi format bangunan Sekber adalah proses pembangunannya yang banyak memakan waktu. Sejak dimulainya wacana renovasi Sekber pada bulan Februari tahun 2019, sampai terakhir kami melakukan wawancara, renovasi tersebut masih belum sepenuhnya terselesaikan. Bernadia Arimurti, selaku Kepala Kantor Administrasi (KKA) Fisipol UGM, mengatakan bahwa renovasi Sekber telah direncanakan sejak tiga tahun yang lalu melalui penyampaian desain dan audiensi kepada mahasiswa Fisipol melalui Dema Fisipol UGM.

“Terkait dengan desain atau kejelasan Sekre sudah disampaikan ke Dema yang lalu (tahun kepengurusan 2019/2020), desainnya sudah disampaikan ketika audiensi, bisa dikatakan sudah tiga tahun yang lalu, tapi memang eksekusinya belum,” ujar Arimurti. Pihak KKA/Dekanat beralasan bahwa adanya pandemi ini telah membuat fakultas lebih memprioritaskan penanganan situasi pandemi ketimbang renovasi, sehingga mobilitas dari orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap renovasi ini turut menjadi terbatas. “Hanya memang karena pandemi, pengelola dekanat menunda karena belum digunakan mahasiswa. Proses dengan vendor juga terbatas karena pembatasan mobilitas. Selain itu, karena pandemi, harus ada fasilitas-fasilitas yang harus kami penuhi terlebih dahulu, seperti membeli alat-alat untuk bauran dan juga mempersiapkan sarana dan prasarana yang sebelumnya tidak ada (protokol kesehatan),” tambah Arimurti.

Pada 11 April silam, kami sempat berkunjung secara langsung untuk melihat langsung perkembangan pembangunan Sekber, di mana renovasi tersebut masih belum terselesaikan sepenuhnya. Hal ini jauh berbeda dari apa yang dijanjikan oleh Fisipol melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Fisipol UGM pada tanggal 27 Januari 2022 lepas, di mana pembangunan Sekber direncanakan rampung pada tanggal 15 Maret 2022. Nurhadi Susanto, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia Fisipol UGM juga menuturkan bahwa Fisipol mencoba untuk melakukan percepatan pembangunan. “Langsung dipercepat untuk dilakukan pembangunan meskipun ternyata proses pembangunannya ternyata lebih dari 40 hari melebihi dari waktu yang direncanakan,” tutur Nurhadi. Namun pada kenyataannya, terhitung sejak 11 April pada saat kami berkunjung untuk melihat pembangunan Sekber, pembangunan tersebut telah mengalami keterlambatan 27 hari dari tenggat waktu yang dijanjikan pada surat edaran dari Dekanat Fisipol, yakni pada tanggal 15 Maret 2022.

Urgensi Kejelasan Arah Sikap Dekanat Fisipol 

Segala permasalahan dalam pembangunan Sekber tersebut setidaknya menunjukkan sikap Fisipol yang kurang terbuka dan terlalu berperan sentral dalam kebijakan pembangunan, terutama sarana dan prasarana bagi mahasiswa. Dapat dilihat bahwa sikap yang demikian kini menimbulkan sejumlah kontroversi dari pihak mahasiswa dalam menyikapi pembangunan Sekber. Berkaca dari permasalahan ini, Fisipol sudah seharusnya memiliki sikap yang terbuka serta cepat tanggap terhadap masukan dan tuntutan mahasiswa dalam proses pembangunan Sekber. Perlu digarisbawahi bahwa segala proses pembangunan di Fisipol tidak hanya menjadi urusan pihak Dekanat, tetapi juga seluruh elemen dalam fakultas, termasuk di antaranya adalah mahasiswa itu sendiri. Renovasi Sekber ini pada hakikatnya perlu memperhatikan keberlangsungan kegiatan kemahasiswaan untuk ke depannya serta bagaimana dinamika kegiatan kemahasiswaan agar tetap berlangsung secara optimal.

Dua pertanyaan sepatutnya dilontarkan kepada pihak Dekanat Fisipol, benarkah kalian membela hak kami untuk bebas bersuara dan menjunjung inklusivitas seperti yang kalian ajarkan di kelas-kelas kami setiap hari? Atau justru kalian akan lanjut meneruskan sentralitas dalam pembangunan sekber ini, yang seharusnya bertumpu pada kebutuhan mahasiswa ini?

guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments