Sepotong Palang

Oleh: Najwa Ahila

Sepotong Palang

Palang putih dan merah melintang

menghalangi kami, yang dengan wajah cemberut berhenti

Pekik sirine memancing frustasi

padahal swastamita baru saja menggaris cakrawala

bukankah kita seharusnya lega, waktu istirahat sudah tiba?

Tapi keruh pandang sekelilingku, cukup menjawab selusin tanya

hanya pandangku yang berbeda

dan pandang seorang wanita

Sekilas disapukannya pada kami semua

dan aku tercekat

Biru matanya tanda asing yang kosong,

indahnya terselaput perih ditemani dahi berkerut

Ia tahu tercekatku, diabaikannya dalam sekedip

berguncang seluruh tubuhnya yang duduk diam membisu

Dan palang pun terbuka, aku terdorong maju

Oleh mereka yang peduli pun tak mampu, atau bahkan mungkin tak mau

terakhir ku lirik di sudut mataku

Ia masih duduk di situ

tubuhnya masih sedikit terguncang belum berhenti

Diatas rel yang baru saja kulewati

Gerah

Yang aku perhatikan, bibirmu

terlengkung kebawah

cemberut

Yang aku perhatikan, wajahmu

berpeluh, tanpa rasa

kusut

Yang aku perhatikan, bola matamu

coklat susu berputar dengan malas

dan aku pun larut

Aku kau maki tapi tak apa, sesukamu saja, yang penting kau bahagia

dan kubuat awan jadi payungmu

ah akhirnya, sedari tadi ku tunggu-tunggu 

Melengkung senyum, separuh bibirmu

dan terhela diantara keduanya

“ah akhirnya, sedari tadi ku tunggu-tunggu”

Katamu

Ngantuk

Mata sayu

lagi kedip, kedip lagi

kuyu

Separuh sadar seperempat mati

seperempatnya lagi entah

melayang-layang sudah

Matamu memang sayu

tapi kantukmu lucu

cemberut bibir sisa-sisa poles gincu

kernyit dahi tanda protes

pipi bengkak minta dikompres

Tapi kantukmu lucu

Tolong tunggu

jangan buru-buru

Tolong tunggu 

nanti aku rindu

guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments