Liku Panjang Rivalitas Partai Demokrat dan PDIP

Penulis: Ishlah Abidin Atmaja

Dalam kancah perpolitikan, kita mengenal suatu istilah yaitu partai politik. Partai politik adalah sarana ekspresi yang menjadi perantara bagi kepentingan pemerintah dan rakyat dalam asosiasi yang luas, sarana sosialisasi kebijakan pemerintah, dan sebagai bukti bekerjanya demokrasi (Labolo & Ilham, 2015; Asshiddiqie, 2006). Di Indonesia sendiri, kita mengenal adanya 20 partai politik nasional dan 4 partai lokal (KPU Indonesia, 2019). Di mana partai politik itu, seharusnya mampu menjadi fungsinya, yaitu sebagai jembatan antara para birokrat/aktivis politik kepada masyarakat dan menjadi sebuah instrumen berjalannya demokrasi. Namun baru-baru ini, kembali muncul berita adanya partai politik yang bersitegang, bahkan seakan sudah menjadi rival. Mengapa hal ini bisa terjadi? Siapa tokoh yang terlibat dalam perseteruan ini? Apa akibatnya apabila perseteruan ini tak kunjung berhenti?

Baru-baru ini, berita kembali diramaikan dengan kembali memanasnya perseteruan antara dua partai politik, yaitu Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Lebih tepatnya, perseteruan ini terjadi antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan  Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau yang lebih kita kenal dengan panggilan Megawati. Perseteruan ini berawal pada tahun 2003, yang mana saat itu Megawati menjabat sebagai Presiden dan SBY menjabat sebagai Menkopolhukam. Kemudian, konflik ini mulai mencuat saat sebelum Pemilu 2004. Tepatnya, Megawati curiga bahwa SBY akan mencalonkan diri dalam Pilpres 2004, hingga kemudian Megawati mulai mengucilkan SBY dari kabinet. Bahkan, dalam beberapa kesempatan seperti pembahasan tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kampanye Pejabat Tinggi Negara, dan surat konsultasi SBY kepada Megawati tentang tugasnya sebagai Menkopolhukam pun juga diabaikan oleh Megawati. (Kumparan News, 2018)

Di satu sisi, karena SBY lebih memilih untuk berfokus pada tugas yang diberikan oleh Partai Demokrat, beliau mengirim surat pengunduran diri kepada Megawati pada 11 Maret 2004. Tugas yang dipercayakan oleh Partai Demokrat kepada SBY tak lain adalah maju sebagai capres dengan cawapres Jusuf Kalla, dan mulai gencar berkampanye di sejumlah daerah. Hingga kemudian, Pilpres 2004 dimenangkan oleh SBY dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Hal inilah yang membuat hubungan antara kedua tokoh dan partai pun menjadi semakin memanas. (Detik News, 2009)

Konflik yang memanas antara kedua tokoh ini membuat keduanya saling menghindar dalam acara-acara tertentu agar tidak saling berpapasan. Namun, akhirnya pada upacara detik-detik proklamasi HUT RI ke-72 Megawati dan SBY bertemu dalam satu podium (CNN Indonesia, 2017). Hal ini tentunya menuai komentar dan harapan positif. Harapan positif yang banyak bermunculan adalah berupa harapan semoga dengan bertemunya kedua tokoh ini dalam satu podium dapat menjadi tonggak awal bagi berakhirnya konflik antara SBY dengan Megawati. Tetapi kenyataannya tidak, buktinya, pada tahun 2018, SBY tidak mau berkoalisi dengan kubu Jokowi untuk Pilpres 2019 disebabkan karena adanya perseteruan yang kembali memanas antara SBY dengan Megawati (Hakim, 2018). Tidak diketahui secara pasti apa yang membuat konflik mereka kembali merebak. Dan konflik antara kedua tokoh ini pun masih berlanjut hingga saat ini.

Kemudian, baru-baru ini ketegangan antara kedua partai juga mencuat dalam berita publik. Menurut Hendri Budi Satrio (atau yang lebih dikenal dengan panggilan Hensat, seorang dosen dan pakar komunikasi politik), perseteruan yang terjadi baru-baru ini, hanyalah usaha anak buah dari masing-masing Megawati dan SBY untuk mencari atensi dan perhatian kepada mereka, dimungkinkan bahwa hal tersebut hanya sebagai ajang unjuk loyalitas dari masing-masing anak buah kepada partai/tokoh tersebut. Hal ini diperkuat dengan adanya Marzuki Alie yang berasal dari Partai Demokrat menyebut-nyebut bahwa Megawati kecolongan dua kali dari SBY–Pilpres 2004 dan Pilpres 2009–(CNN Indonesia, 2021). Isu yang diributkan oleh kedua kubu pun tidak jelas karena terlalu banyak isu perseteruan yang mencuat ke publik, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Marzuki Alie memberi pernyataan bahwa SBY pernah bercerita kepada beliau tentang “Megawati kecolongan dua kali pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009”; isu bahwa perseteruan ini terjadi karena adanya konflik kepentingan bagi SBY ingin mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Megawati yang ingin mengajukan Puan Maharani pada Pemilu 2024 mendatang; dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa perseteruan yang kembali memanas ini hanyalah ajang cari perhatian anak buah dari masing-masing kedua tokoh negara tersebut. (Sindo News, 2020; CNN Indonesia, 2021)

Atas adanya perseteruan yang baru saja memanas, Herzaky Mahendra Putra, Kepala Badan Komunikasi Strategi Partai Demokrat, sangat menyayangkan adanya konflik adu domba kepada kedua tokoh negara ini oleh pihak yang tidak bertanggung jawab (CNN Indonesia, 2021). Berkaitan dengan pendapat Kepala Badan Komunikasi Strategi Partai Demokrat tersebut, Hendri Budi Satrio—yang berpendapat bahwa isu yang baru saja muncul ini hanyalah upaya cari perhatian dari anak buah masing-masing kubu—juga sangat mengharapkan berdamainya kedua tokoh ini. Selain mengingat bahwa mereka seharusnya menempatkan diri sebagai sebagaimana seharusnya mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden–seperti sederhananya dalam kasus ini–adalah menjaga tali silaturahmi, bukannya memupuk konflik berkepanjangan, mereka juga harus mampu untuk mengontrol anak buah mereka agar tidak saling adu domba dan bergerak tak beraturan yang hanya akan memperparah perseteruan antara kedua kubu ini. Karena jika konflik tak berkesudahan ini terus berlanjut–malah kini merembet kepada anak buah yang dimungkinkan hanya cari perhatian–dan parahnya berdampak pada berjalannya birokrasi (seperti pemilihan dan pemberian jatah kursi parlemen, dan diskriminasi dalam proses pengambilan keputusan, dll), dapat internal kedua partai seperti menurunnya elektabilitas dari kedua partai karena munculnya krisis kepercayaan dari masyarakat. Karena mereka dipimpin oleh fraksi partai yang bahkan mereka saja tidak bisa menyudahi konflik yang berlangsung diantara mereka.

Jadi, liku panjang rivalitas antara Partai Demokrat dan PDI-P ini seharusnya diakhiri. Sudah berjalan hampir 17 tahun rivalitas antara kedua kubu, tetapi masih belum juga terlihat tanda-tanda perdamaian antara kedua kubu ini. Parahnya, konflik berkepanjangan ini, ditakutkan akan menimbulkan perpecahan di masyarakat—terutama pendukung masing-masing kubu—dan akan memunculkan adanya krisis kepercayaan di masyarakat kepada pemerintah karena para birokrat dan aktivisnya yang malah berkelahi sendiri. Dan, seharusnya mereka berdebat untuk pembangunan dan kemajuan bangsa, bukannya berdebat dan berseteru hanya untuk kepentingan ideologi dan gengsi (seperti tidak mau berbincang atau mendatangi suatu acara hanya untuk menghindari rivalnya) semata. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, apabila perseteruan ini masih tidak ada habisnya, maka akan dapat menimbulkan perpecahan, entah itu di masyarakat yang membela masing-masing kubu atau internal dari masing-masing kubu, dan hal ini pun mulai terlihat dengan para anak buah masing-masing kubu yang saling bersikap kompor untuk mencari atensi dan perhatian dan menunjukkan loyalitas terhadap masing-masing kubu.

Daftar Pustaka

CNN Indonesia. (2021). Demokrat: Megawati Kecolongan SBY 2 Kali Tak Perlu Ditangisi. Jakarta: CNN Indonesia. Diakses pada 20 Februari 2021, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210219143750-32-608398/demokrat-megawati-kecolongan-sby-2-kali-tak-perlu-ditangisi

CNN Indonesia. (2017, Agustus 19). Harmoni di Istana, Presiden Jokowi, Habibie, SBY,

& Megawati [Video]. YouTube, https://www.youtube.com/watch?v=UjL8JCjDtrs

Detik News. (2009). Kronologi Konflik SBY-Mega. Jakarta: Detikcom. Diakses pada 20 Februari 2021, dari https://news.detik.com/pemilu/d-1099903/kronologi-konflik-sby-mega

Hakim, R. N. (2018). Megawati Jadi Alasan SBY Enggan Merapat ke Kubu Jokowi. Jakarta: Kompas. Diakses pada 22 Februari 2021, dari https://nasional.kompas.com/read/2018/07/25/22403691/megawati-jadi-alasan-sby-enggan-merapat-ke-kubu-jokowi

Indozone. (2019). Megawati Dituding Jegal Langkah AHY Jadi Menteri, Puan: Masa Gitu? Jakarta: Indozone Media Indonesia. Diakses pada 24 Februari 2021, dari https://www.indozone.id/news/ersMEV/megawati-dituding-jegal-langkah-ahy-jadi-menteri-puan-masa-gitu

KPU Indonesia. (2019). Partai Politik Peserta Pemilu 2019. KPU Indonesia.

Kumparan News. (2018). Sejarah Panjang Perseteruan SBY-Megawati. Jakarta: Dynamo Media Network. Diakses pada 20 Februari 2021, dari https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-panjang-perseteruan-sby-megawati-27431110790554093

Labolo, M., & Ilham, T. (2015). Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S. (2006). Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instruen Demokrasi. Jurnal Konstitusi, 7.

Sindo News. (2020). Jalan Terjal Puan Maharani Menuju Pilpres 2024. Jakarta: Sindo. Diakses pada 24 Februari 2021, dari https://nasional.sindonews.com/read/212922/12/jalan-terjal-puan-maharani-menuju-pilpres-2024-1603951815

guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments