Latar Belakang
Sejak tanggal 13 April 2020, Pemerintah Republik Indonesia (RI) menyatakan wabah COVID-19 sebagai bencana nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 (Humas Sekretariat Kabinet RI, 2020). Sebelumnya, pemerintah RI telah mengumumkan kasus COVID-19 pertama kali pada 2 Maret 2020 (Nurita, 2020). Kemudian, sampai dengan 29 Januari 2021 pukul 15.15 WIB, jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 1.051.795 kasus dan jumlah kematian mencapai 29.518 korban jiwa (Kawal COVID-19, 2021). Angka tersebut menunjukkan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia belum memiliki kecenderungan untuk menurun.
Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk mengeluarkan regulasi terbaru mengenai kekarantinaan wilayah pada bulan Januari 2021 berupa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) (Ramadhan, 2021). Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang senada bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak bulan April 2020 (Nurita, 2020) Namun, pada dasarnya, perubahan narasi kebijakan ini memiliki tujuan yang sama dan terlihat belum memiliki upaya pengimplementasian yang tegas dan holistik.
Berangkat dari asumsi tersebut, Tim Penelitian dan Pengembangan Lembaga Pers dan Penerbitan Mahasiswa (LPPM) Sintesa yang berkolaborasi dengan Tim Redaksi mendapat kesempatan untuk mewawancarai Satria Aji Imawan selaku dosen di Program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan sekaligus peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Hasil dari wawancara tersebut dijadikan sebagai sumber primer yang didukung oleh sumber-sumber sekunder, seperti data-data penelitian dan pemberitaan di media-media daring yang kredibel. Secara spesifik, LPPM Sintesa memfokuskan kasus permasalahan kebijakan PPKM dan kebijakan sejenis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam wawancara ini, Aji memberikan pandangan dan proyeksinya terhadap evaluasi dan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.
Pembahasan
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 1 Ayat (10), karantina wilayah merupakan pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Terkait kebijakan kekarantinaan wilayah atau sejenisnya, menurut Aji, Yogyakarta tidak pernah mengikuti istilah-istilah Pemerintah Pusat. Misalnya, ketika Pemerintah Pusat menggunakan narasi lockdown, Pemerintah Yogyakarta lebih memilih untuk menggunakan istilah calm-down dan slow-down. Namun, inti dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah sama, yaitu membatasi gerak masyarakat dan menganjurkan masyarakat untuk tetap di rumah saja.
Kemudian, ketika Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Pemerintah Yogyakarta justru memberlakukan kebijakan Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM.) Aji menilai bahwa perubahan narasi-narasi kebijakan seperti itu tidak membawa dampak yang komprehensif. Sebab, pada kenyataannya kasus terkonfirmasi positif di Yogyakarta masih berkisar di atas 200 kasus per harinya (Setiawan, 2021).
Dari sisi formulasi kebijakan, Aji mengungkapkan bahwa dirinya kurang memahami alasan pemerintah mengganti narasi kebijakan tanpa adanya perubahan tujuan yang jelas. Menurutnya, yang terpenting, masyarakat membutuhkan ketegasan kebijakan bukan narasi-narasi yang membingungkan. Aji juga berpendapat bahwa poin penting dari kebijakan adalah implementasi dan evaluasi bukan perencanaan. Ia menegaskan bahwa perubahan narasi kebijakan yang tidak jelas akan berdampak pada implementasi kebijakan yang tidak terkawal dengan baik.
Aji mengeklaim bahwa seruan World Health Organization (WHO) dalam menangani pandemi COVID-19 ini cukup sederhana, yaitu dengan pengawalan protokol kesehatan (prokes) yang ketat melalui kebiasaan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Sayangnya, di Indonesia, lagi-lagi kebijakan prokes ini masih terkesan narasi belaka. Bahkan, pada minggu awal penerapan PTKM di Yogyakarta, ditemukan 301 pelanggaran prokes terkait pelanggaran jam operasional, pelanggaran batas maksimum pelanggan, dan sejumlah pelanggan yang tidak memakai masker (Setyawan, 2021). Oleh karena itu, Aji merasa bahwa Pemerintah Yogyakarta perlu mengintegrasikan kebijakan PTKM dengan pengetatan aturan prokes yang lebih komprehensif.
Menurut Aji, walaupun implementasi kebijakan PTKM belum 100% tepat, kebijakan ini telah berdampak cukup besar pada sektor ekonomi, misalnya kepada para pelaku usaha di lokasi wisata Kabupaten Gunungkidul. Pada awalnya, data pada bulan Desember 2020 menunjukkan bahwa pengunjung tempat wisata masih berkisar lebih dari 405.000 orang per harinya tetapi jumlah pengunjung menurun drastis hingga 125.000 orang per harinya semenjak kebijakan PTKM diberlakukan (Yuwono, 2021). Penurunan pengunjung ini akan berdampak pada penurunan pendapatan warga sekitar destinasi wisata yang menggantungkan hidupnya pada destinasi tersebut. Oleh karena itu, Aji menyarankan kepada Pemerintah Yogyakarta untuk memberikan treatment dan maintenance yang lebih baik, khususnya pada sektor pariwisata dan perekonomian.
Lebih lanjut, Aji memandang bahwa pelanggaran yang terjadi selama kebijakan PTKM juga memiliki kaitan erat dengan motif ekonomi. Berdasarkan data yang dimilikinya, Aji berkata bahwa spektrum aktivitas ekonomi masyarakat cenderung tinggi padat saat pagi dan malam hari. Padahal, kebijakan PTKM memberlakukan pembatasan aktivitas pada sekitar pukul tujuh malam. Alhasil, pelanggaran yang terjadi akan cenderung lebih banyak. Aji menegaskan bahwa tingginya pelanggaran ini berkaitan dengan kebutuhan ekonomi masyarakat yang tak tercukupi.
Menurutnya, keadaan tersebut juga disebabkan oleh bantuan sosial (bansos) yang diberikan belum mencukupi kebutuhan dan belum tepat sasaran. Dilansir oleh TEMPO.CO, berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia, sebanyak 60,3% masyarakat menyebut bansos tidak tepat sasaran, 29,7% masyarakat menyebut tepat sasaran, dan 10% masyarakat tidak tahu atau tidak menjawab (Nurita, 2020). Ketidaktepatan ini diperparah dengan ulah para birokrat yang mengorupsi dana bansos COVID-19 sehingga memunculkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga demokrasi, khususnya partai politik
Fenomena tersebut akan membuat masyarakat berpikir bahwa selain dana bansos yang diberikan belum mencukupi, mereka juga hanya bisa berjuang untuk hidup mereka sendiri dan tidak bisa mengandalkan pemerintah yang terus-menerus berulah. Dengan demikian, masyarakat terpaksa melanggar kebijakan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Walaupun motif ekonomi menjadi alasan utama, masyarakat tetap perlu melakukan refleksi perilaku penerapan prokes agar masyarakat juga berperan dalam menurunkan kasus pandemi.
Selain itu, Aji berpendapat bahwa maraknya pelanggaran kebijakan PTKM juga dimungkinkan karena adanya pergeseran keyakinan masyarakat terhadap keberadaan COVID-19 setelah adanya pemberitaan vaksinasi. Menurut Aji, penggunaan vaksin sebenarnya merupakan kebijakan pusat dan harus dikontrol oleh pusat terlebih dahulu agar tidak terjadi informasi yang simpang siur di tengah masyarakat. Aji mengingatkan bahwa vaksin bukanlah solusi 100% yang dapat mengurangi kasus pandemi COVID-19. Pernyataan ini pun selaras dengan pendapat Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Doni meminta masyarakat agar tetap patuh dan tidak kendur dalam menerapkan prokes secara kolektif bukan hanya satu orang saja walaupun proses vaksinasi telah dimulai (Sulistiowati, 2021).
Pernyataan Doni juga didukung oleh dengan pendapat Dicky Budiman selaku ahli epidemiologi dari Griffith University yang mengungkapkan bahwa sangat berbahaya jika masyarakat merasa aman hanya dengan vaksinasi. Dicky berpendapat bahwa kewaspadaan masyarakat harus ditingkatkan menjadi kebiasaan 5M, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (kumparanSAINS, 2021). Oleh karena itu, Aji berpendapat bahwa pergeseran persepsi di masyarakat menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat. Menurutnya, skema Governance to People terkait komunikasi kebijakan vaksinasi perlu menjadi fokus utama pemerintah saat ini agar pemahaman tentang prokes dan vaksin di masyarakat dapat utuh dan mendalam.
Lebih lanjut, gonjang-ganjing implementasi antara prokes dan komunikasi vaksin membuat Aji menilai bahwa kebijakan PTKM di Yogyakarta akan terancam menjadi kebijakan yang ditarik-ulur seperti halnya pelaksanaan PSBB di Jakarta. Pasalnya, menurut Aji, Yogyakarta pernah tidak begitu tegas dan konsisten dalam melaksanakan kebijakannya. Misalnya, dulu Malioboro sempat ditutup untuk kendaraan bermotor karena menjadi lokasi utama penyebab meningkatnya jumlah kasus COVID-19. Namun, ketika akhir tahun, kebijakan tersebut mendapat kelonggaran. Di mata Aji, adanya kelonggaran ini menunjukkan bahwa kebijakan di Yogyakarta memiliki tingkat keketatan yang rendah sehingga peraturan dan kebijakan tersebut tidak dapat ditegakkan secara tegas. Padahal, Aji berpendapat bahwa Yogyakarta biasanya dikenal sebagai daerah yang tidak mencla-mencle dalam implementasi kebijakannya.
Sebagai penutup, Aji memberikan dua kebijakan utama yang akan ia lakukan apabila ia menjadi seorang policy maker di Yogyakarta pada masa yang tak menentu ini. Pertama, ia akan meningkatkan komunikasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Ia akan berusaha mencari titik temu antara kebijakan PPKM dengan sosialisasi vaksin sehingga narasi yang diberikan kepada masyarakat lebih utuh. Kedua, ia akan mengumpulkan beberapa budayawan di Yogyakarta untuk turut mempengaruhi masyarakat agar lebih sadar mengenai kondisi pandemi saat ini. Menurut Aji, di Yogyakarta, masyarakat tidak butuh influencer-influencer seperti di Jakarta karena masyarakat Yogyakarta lebih mudah mendengarkan pengarahan-pengarahan dari budayawan. Menurutnya, para budayawan ini mampu menjadi perpanjangan tangan yang lebih ramah dan mudah dalam menjelaskan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Kesimpulan
Perubahan narasi-narasi kebijakan pemerintah sampai saat ini tidak diiringi dengan evaluasi dan implementasi yang komprehensif dan holistik. Terlebih lagi, narasi kebijakan PTKM di Yogyakarta yang berbeda dengan kebijakan PPKM di Pemerintah Pusat tidak diiringi dengan tujuan yang berbeda pula. Karena pada kenyataannya, implementasi kebijakan PTKM di Yogyakarta tak ayal hanyalah perwujudan lain dari PSBB yang membuat kondisi perekonomian masyarakat semakin merosot dan belum mampu memberikan dampak yang signifikan pada penurunan laju penyebaran COVID-19. Dengan demikian, kebijakan PTKM dapat dikatakan sebagai kebijakan yang masih belum efektif untuk diterapkan sehingga memerlukan banyak evaluasi dan penegakan implementasi yang lebih signifikan.
REFERENSI
Humas Sekretariat Kabinet RI. (2020, April 14). setkab.go.id. Retrieved Januari 26, 2021, from setkab.go.id: https://setkab.go.id/presiden-tetapkan-bencana-nonalam-penyebaran-covid-19-sebagai-bencana-nasional/
Kawal COVID-19. (2021, Januari 27). kawalcovid19.id. Retrieved Januari 27, 2021, from kawalcovid19.id: https://kawalcovid19.id/
kumparanSAINS. (2021, Januari 14). kumparan.com/kumparansains. Retrieved Januari 26, 2021, from kumparan.com: https://kumparan.com/kumparansains/juru-wabah-vaksinasi-bisa-bantu-tangani-pandemi-tapi-tetap-jaga-5m-1uyc5lAQlr9
Nurita, D. (2020, September 13). fokus.tempo.co/read. Retrieved Januari 26, 2021, from fokus.tempo.co: https://fokus.tempo.co/read/1385836/jalan-kompromi-psbb-dki-jakarta-tetap-ramah-dunia-usaha
_______. (2020, Maret 3). nasional.tempo.co/read. Retrieved Januari 26, 2021, from nasional.tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1314690/kronologi-2-kasus-positif-virus-corona-berawal-dari-lantai-dansa
_______. (2020, Juni 7). nasional.tempo.co/read. Retrieved Januari 26, 2021, from nasional.tempo.co: https://nasional.tempo.co/read/1350759/survei-indikator-mayoritas-publik-sebut-bansos-tak-tepat-sasaran
Ramadhan, F. M. (2021, Januari 8). grafis.tempo.co/read. Retrieved Januari 26, 2021, from grafis.tempo.co: https://grafis.tempo.co/read/2465/pemerintah-terapkan-ppkm-pada-11-januari-2021-demi-meredam-kasus-aktif-covid-19
Setiawan, S. D. (2021, Januari 19). republika.co.id/berita. Retrieved Januari 26, 2021, from republika.co.id: https://www.republika.co.id/berita/qn56zf349/sultan-ancam-perpanjang-ptkm-jika-kesadaran-warga-rendah
Setyawan, P. (2021, Januari 18). yogya.inews.id/berita. Retrieved Januari 26, 2021, from yogya.inews.id: https://yogya.inews.id/berita/sepekan-penerapan-ptkm-di-sleman-terjadi-301-pelanggaran
Sulistiowati, T. (2021, Januari 12). kesehatan.kontan.co.id/news. Retrieved Januari 26, 2021, from kesehatan.kontan.co.id: https://kesehatan.kontan.co.id/news/vaksin-tahap-tiga-telah-tiba-masyarakat-diharapkan-tetap-lakukan-3m
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
Yuwono, M. (2021, Januari 23). amp.kompas.com/travel/read. Retrieved Januari 26, 2021, from amp.kompas.com: https://amp.kompas.com/travel/read/2021/01/23/200800427/pelaku-usaha-wisata-di-gunungkidul-keluhkan-anjloknya-pengunjung-akibat-ppkm
Penulis: Achmad Hanif I., Ishlah A. Atmaja, Salsabila Nur ‘A., dan Sekarini Wukirasih
Penyunting: Maulana Aji Negara