
Anggota kepolisian acap kali diperkenalkan sebagai pelindung, pengayom, dan penjaga ketertiban di masyarakat. Namun, realita menunjukkan sebaliknya. Rentetan kasus yang terjadi dewasa ini justru menyeret anggota kepolisian sebagai pelaku kejahatan. Berbagai kekuasaan yang dimilikinya seringkali dimanfaatkan untuk melakukan tindak kekerasan dan penekanan pada masyarakat sipil. KontraS dalam kertas kebijakan berjudul “Hari Bhayangkara 2025: Kekerasan yang Menjulang di Tengah Penegakan Hukum yang Timpang” menyoroti kinerja Polri dari Juli 2024 hingga Juni 2025. Laporan ini mencatat sebanyak 602 peristiwa kekerasan dilakukan oleh oknum kepolisian. Dari 602 peristiwa kekerasan, kekerasan dengan penembakan menempati urutan pertama dengan total 411 kasus. Dalam periode tersebut, KontraS juga mencatat terjadi 38 kasus penyiksaan oleh anggota kepolisian yang memakan 10 korban meninggal dunia dan 76 mengalami luka ringan sampai berat. KontraS menambahkan bahwa sepanjang periode tersebut, terjadi 37 tragedi pembunuhan di luar hukum, 44 insiden salah tangkap, serta 89 aksi pelanggaran kebebasan sipil yang dilakukan anggota kepolisian. Nyawa yang terluka hingga gugur akibat rentetan kasus tersebut telah melampaui batas hingga tidak akan pernah cukup dihitung dengan bilangan apapun.
Beragam kasus yang menyeret anggota kepolisian tentu mengikis kepercayaan publik terhadap instansi Polri. Hal ini membuat rakyat bertanya-tanya, apakah instansi yang selama ini digadang-gadang sebagai perisai mereka, benar-benar menjalankan tugasnya? Menilik ke belakang, di tahun 2019, tindak kekerasan yang melibatkan oknum kepolisian dilaporkan terjadi dalam demo Reformasi Dikorupsi. Demo yang berlangsung dari 23-30 September tersebut berakhir bentrok di mana sejumlah massa dipukul dan ditendang aparat. Sebanyak 90 demonstran harus dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) dengan 3 korban di antaranya mengalami luka serius. Selain itu, 5 orang massa aksi yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan masyarakat sipil meregang nyawa. Selain kekerasan, korban bahkan mengalami intimidasi secara verbal. Maju satu tahun setelahnya yaitu tahun 2020, pada demo Omnibus Law, kekerasan yang dilakukan kepolisian kembali terjadi dengan menyasar masyarakat sipil dan jurnalis. Dalam aksi demo yang berlangsung tiga hari tersebut, ribuan orang ditangkap dan belasan orang mayoritas mahasiswa di Kabupaten Bekasi dan Kota Pare-Pare mengalami luka-luka. Di Pare-Pare (Sulawesi Selatan), 12 mahasiswa anggota organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mengalami kebocoran kepala, lebam di dada, serta terpapar gas air mata. Selain itu, puluhan orang juga ditangkap aparat kepolisian. Di Jakarta, polisi yang merangsek masuk ke perkampungan di Kwitang (Jakarta Pusat) untuk mengejar massa aksi menembakkan gas air mata hingga membuat beberapa warga yang terdiri dari perempuan serta anak-anak harus dilarikan ke rumah sakit. Kemudian di tahun 2022, Tragedi Kanjuruhan–yang juga menjerat anggota kepolisian–terjadi. Tragedi tersebut menjadi perhatian berbagai pihak dan menyebabkan polisi banjir kecaman. Penembakan gas air mata dalam kerusuhan pasca pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya mengakibatkan ratusan nyawa jatuh. Bahkan mereka pun banyak yang harus menanggung dampak psikologis.
Selain kekerasan fisik, kekerasan seksual oleh anggota kepolisian turut marak terjadi. Salah satunya seperti pemerkosaan yang dilakukan Aipda Paulus terhadap korban berinisial MML. Kejadian tersebut berlangsung ketika korban tengah diinvestigasi oleh Aipda Paulus di Polsek Wewewa Selatan (NTT) terkait kasus yang dialaminya. Pemerkosaan baru terbongkar ketika korban didampingi keluarga melapor ke Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak setelah menerima surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari polisi karena menilai kasus pemerkosaan yang pertama kali dilaporkan korban didasarkan pada perasaan saling suka. Masih di tahun yang sama, terjadi kembali kasus kekerasan seksual yang melibatkan polisi Aiptu Lilik Cahyadi terhadap tahanan perempuan berinisial PW. Lagi, kasus kekerasan seksual serta penyebaran video porno menyeret AKBP Fajar Widyadharma selaku mantan Kapolres Ngada. Terdapat empat korban dalam kasus ini: anak usia enam tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, serta remaja usia 20 tahun

Masih pada tahun 2025, kasus kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian terulang kembali. Kekerasan ini terjadi dalam demo di sekitar Gedung DPR pada 28 Agustus 2025. Sebuah kendaraan taktis yang dikendarai anggota kepolisian melindas driver ojek online bernama Affan Kurniawan (21) hingga tewas. Kejadian tersebut menyeret beberapa nama, antara lain Bripka Rohmat, Kompol Cosmas Kaju, Aipda M. Rohyani, Briptu Anang, Bripda Martin, Bharaka Jana Edi, dan Bharaka Yohanes David. Peristiwa yang menewaskan Affan ini memicu gelombang amarah masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Tagar ACAB atau 1312—yang berarti All Cops are Bastard—ramai digaungkan di sejumlah sosial media sebagai ungkapan kekecewaan dan kemarahan masyarakat kepada instansi kepolisian.
Berbagai tindak kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oknum kepolisian membuat masyarakat sipil semakin meragukan integritas kepolisian. Apabila bermaksud menertibkan masyarakat, apakah kekerasan merupakan satu-satunya cara yang bisa digunakan? Dengan kekuasaan yang dimiliki, apakah pantas jika digunakan untuk mengintimidasi masyarakat sipil agar tunduk di bawah bayang-bayang ketakutan?
Deretan kekacauan yang disebabkan anggota kepolisian membuat masyarakat memupuk rasa cemas dan skeptis pada instansi yang ‘katanya’ melindungi. Menengok situasi ini, sudah seharusnya instansi kepolisian berbenah diri. Reformasi kepolisian perlu dilakukan untuk mengembalikan fitrah sebagai pencipta keamanan di masyarakat. Polisi sepantasnya hadir sebagai protektor, bukan eksekutor masyarakat.
Referensi
BBC Indonesia. (2025, Maret 11). Porno: Fakta-fakta terbaru kasus eks Kapolres Ngada yang diduga cabuli tiga anak dan unggah video di situs porno Australia. BBC. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cqx0q9dj5e8o
Bria, Y. (2025, Juni 9). Awal Mula Kasus Polisi Cabuli Wanita Korban Pemerkosaan di Sumba Terbongkar. detikcom. https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-7955864/awal-mula-kasus-polisi-cabuli-wanita-korban-pemerkosaan-di-sumba-terbongkar
KontraS. (2025, Juni 30). Kertas Kebijakan Hari Bhayangkara 2025: Kekerasan yang Menjulang di Tengah Penegakan Hukum yang Timpang. KONTRAS. https://kontras.org/laporan/kertas-kebijakan-hari-bhayangkara-2025-kekerasan-yang-menjulang-di-tengah-penegakan-hukum-yang-timpang
Manurung, M. Y. (2020, Oktober 16). Catatan Kelam Represi Polisi di Ujung Ricuh Demo Omnibus Law. Tempo.com. https://www.tempo.co/arsip/catatan-kelam-represi-polisi-di-ujung-ricuh-demo-omnibus-law-572993
Rachman, M. F. (2025, September 2). Kronologi Pemeriksaan 7 Anggota Brimob yang Lindas Affan Kurniawan dengan Kendaraan Taktis | tempo.co. Tempo.com. https://www.tempo.co/hukum/kronologi-pemeriksaan-7-anggota-brimob-yang-lindas-affan-kurniawan-dengan-kendaraan-taktis-2065763
Sahara, W. (2021, September 20). Menilik Kembali Aksi #ReformasiDikorupsi Dua Tahun Lalu… KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2021/09/20/10420161/menilik-kembali-aksi-reformasidikorupsi-dua-tahun-lalu?page=all
Tim tvOnenews.com. (2025, April 25). Terbukti Perkosa Tahanan Wanita Tiga Kali, Aiptu Lilik Cahyadi Dipecat Polda. TVONENEWS.COM. https://www.tvonenews.com/berita/nasional/325533-terbukti-perkosa-tahanan-wanita-tiga-kali-aiptu-lilik-cahyadi-dipecat-polda-jatim?page=1
Tim tvOnenews.com. (2025, Agustus 29). Detik-detik Afan Kurniawan Ojol Terlindas Mobil Brimob Saat Demo. TVONENEWS.COM. https://www.tvonenews.com/berita/nasional/366128-drtik-detik-afan-kurniawan-ojol-terlindas-mobil-brimob-saat-demo?page=1
Penulis: Rasyel Adzril Saputri
Penyunting: Nasywa Taqiyya