Aksi Damai Jogja Memanggil, Protes Brutalitas Aparat dan Kebijakan Tidak Pro Rakyat

Aksi Damai
(lppmsintesa.com/Tasya)

Ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat—mahasiswa, akademisi, buruh, hingga organisasi dan komunitas masyarakat sipil—memadati kawasan Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (1/9). Mereka menggelar aksi damai buntut brutalitas aparat kepolisian, arogansi anggota DPR, hingga kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat. 

Aksi yang diinisiasi oleh Aliansi Jogja Memanggil ini dimulai sekitar pukul 11.30 WIB. Massa duduk rapi di badan jalan sambil melakukan orasi dan membentangkan beberapa spanduk tuntutan. Massa aksi membubarkan diri dengan tertib pukul 14.00 WIB setelah pernyataan sikap dan pembacaan tuntutan oleh perwakilan aliansi. 

Puncak Kemarahan dan Kekesalan Rakyat

Aksi Damai
(lppmsintesa.com/Tasya)

Aksi damai ini merupakan akumulasi kemarahan dan kekecewaan publik pasca kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, dan Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Amikom Yogyakarta yang dibunuh oleh polisi. Affan tewas dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta pada (28/8). Sementara itu, Rheza tewas digebuk polisi pada (31/8) di depan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Kemarahan atas peristiwa tersebut disuarakan oleh sejumlah massa aksi. “Marah, kecewa, atas kondisi negara hari ini. Brutalitas aparat semakin memantik kemarahan. Affan dan insiden sebelum-sebelumnya yang semakin menambah kemarahan,” ujar Ika, salah seorang peserta aksi. 

Pandangan senada datang dari Alex, salah seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Alex menilai bahwa kondisi sosial politik di Indonesia akhir-akhir ini sedang kacau. Ia juga menyampaikan kekesalan terhadap sikap DPR dan pemerintah. “Hal-hal seperti ini, kita sebagai mahasiswa juga mampu memikirkannya, tapi kenapa di tingkat DPR dan pemerintah tidak bisa memikirkan tentang hal itu,” kesal Alex. 

Sementara itu, Bung Koes, perwakilan Aliansi Jogja Memanggil memberikan pernyataannya terkait pembakaran Polda DIY pada Jumat (29/8). Ia menyampaikan bahwa hal itu merupakan akumulasi kemarahan rakyat. Baginya, kemarahan tersebut merupakan bentuk ekspresi di luar kendali Aliansi Jogja Memanggil. “Mungkin rakyat sudah marah dan dalam bentuk mengeluarkan akumulasi kemarahan itu bebas,” pungkasnya.

Tidak Ada yang Lebih Tinggi dari Kemanusiaan

(lppmsintesa.com/Tasya)

Bung Koes menyebutkan alasan digelarnya aksi damai hari itu karena telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Selain itu, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto sejak pembentukan Kabinet Merah Putih banyak menyengsarakan rakyat. “Efisiensi anggaran pendidikan, PPN 12%, Danantara yang tidak terkoordinir dengan baik dan kemudian diisi oleh orang-orang bermasalah,” ujarnya. 

Eskalasi gerakan di berbagai daerah yang naik menurut Bung Koes menjadi awal pantikan gerakan yang lebih besar. Baginya, kematian Affan dan Rheza merupakan urusan nyawa yang lebih tinggi dari apapun. “Nyawa itu tidak sebanding dengan apapun, karena tidak ada yang lebih tinggi daripada politik dan hukum kecuali kemanusiaan,” ujar Bung Koes. 

Bung Koes juga menyayangkan sikap Presiden Prabowo Subianto yang hingga hari ini belum melontarkan pernyataan maaf kepada korban pembunuhan aparat kepolisian. Begitu pula sikap DPR yang belum juga menunjukkan kehadirannya di depan massa aksi.

Kritik Terhadap Demokrasi

(lppmsintesa.com/Tasya)

Ika juga turut menuturkan aspirasinya siang itu. Ika menyampaikan bahwa dalam negara demokrasi seharusnya kesejahteraan rakyat menjadi prioritas. Namun, ia menilai kebijakan yang muncul belakangan justru tidak berpihak pada kepentingan rakyat. “Rakyatnya juga semakin banyak yang kelaparan, banyak yang mati, ketika kemudian mengekspresikan keinginan untuk berpendapat, dibunuh sama aparat dan dilegitimasi oleh penyelenggara negara,” ujar Ika.

Senada dengan Ika, Alex juga berharap kepada pemerintah untuk lebih mendengarkan aspirasi rakyat. “Semoga untuk selanjutnya, kebijakan lebih memerhatikan semua aspek, tidak hanya enak di DPR saja,” ujar Alex. 

Aksi yang berlangsung selama lebih dari dua jam tersebut diakhiri dengan pernyataan sikap oleh Aliansi Jogja Memanggil. Dalam pernyataan itu, mereka akan menuntut diturunkannya Prabowo-Gibran jika semua tuntutan yang telah disampaikan tidak dipenuhi.

Penulis: Devita Syaharani

Penyunting: Anastasya Niken Pratiwi

Fotografer: Anastasya Niken Pratiwi

guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments